![]() |
Asrama Mahasiswa Biak Numfor, koleksi dari tahun 2006 |
Ibarat seorang ibu yang membisu; meskipun ia telah berhasil menjaga dan membesarkan banyak anak namun ia sekalipun tidak akan pernah pergi ke pintu rumah anak-anaknya untuk menagih kasih yang telah ia beri. Ia hanya akan duduk diam dan menanti, kalau mereka ingat padanya, ia masih di sana.
Begitulah wejangan tentang asrama yang diturunkan seorang senior kepada saya dan teman-teman lainnya beberapa tahun silam, ketika kami mendiami salah satu asrama pelajar dan mahasiswa di Padang Bulan - Jayapura.
Asrama Mahasiswa Biak Numfor adalah milik pemerintah kabupaten Biak Numfor, biasa disebut Asrama Biak, dan kami menyebutnya Asbik. Hingga generasi kami, hanya sedikit orang yang tahu kapan tepatnya asrama ini berdiri. Namun konon, Asbik berdiri di tahun 1970-an pada masa pemerintahan Bupati Hendrik (Wiradinata). Saya tentu belum lahir. Sering kali juga kami bilang, asrama ini sudah ada sejak zaman Almarhum Arnold Ap jadi mahasiswa - mungkin untuk memberi gambaran betapa sudah tuanya umur Asbik. Dari mulut ke mulut, skobo (kata orang) Asbik adalah asrama paling hebat yang ada di Padang Bulan dan merupakan simbol kemajuan orang Byak saat itu.
Waktu terus berjalan, hingga ke generasi kami, Asbik masih ada. Ia tertegun melihat ada banyak sesama asrama di sekitarnya. Ada yang sederhana sama seperti dia dan tentu saja ada yang lebih megah. Mereka punya tugas sama; menjaga, melindungi dan membesarkan anak-anak manusia yang datang untuk menuntut ilmu. Hingga akhirnya anak-anak ini selesai, Asbik tentu turut bangga. Jika ia seorang manusia, sukacita apa yang akan ia bilang?
![]() |
Antri, Hendrik Kafiar (biru) - sekarang Pendeta, paling depan; Abner Penjaga Pintu Apotik Agung Biak (baju hitam); dalam waktu-waktu tertentu, sering datang dari Biak dan tinggal bersama kami |
Asbik, seperti kebanyakan asrama mahasiswa adalah simbol kesederhanaan. Yang saya maksud tentu bukan asrama pendidikan yang disiplin dan semi militer. Kebanyakan orang ketika mendengar kata “asrama”, memiliki gambaran tentang kesederhanaan bahkan kekurangan. Para penghuninya tidak punya banyak beras, sabun mandi dipakai bergantian, tidak lupa baku pinjam baju kalau akan pergi kuliah. Mereka juga bukan anak pejabat atau orang kaya. Vader saya cuma PNS golongan tiga, masih untung. Coba lihat di sebelah saya, mereka anak-anak kuli, petani, nelayan bahkan mama penjual pinang.
Karena citra asrama digambarkan seperti itu maka ada beberapa mahasiswa yang enggan tinggal di asrama. Seperti yang pernah saya dengar, mereka tidak mau sendalnya dipinjam, gulanya cepat habis, dan lebih-lebih pakaiannya dipakai anak lain. Tapi saya kira alasan yang paling masuk akal adalah mereka mampu mengontrak rumah atau sewa kost. Dari sisi ekonomi mereka mampu untuk tidak tinggal di asrama.
Mansinam Grup kala diurus Herry Ayer (Batik Biru, anak Yendidori); selalu menerima panggilan untuk Live - kala itu Desember 2008; Natal Asrama |
Saya sendiri tak pernah berpikir akan menjadi anak asrama. Waktu memutuskan untuk tinggal di Asbik, itu dikarenakan saya tidak mampu bayar uang kost. Kuliah saya berantakan dan orang tua saya tidak lagi rutin "mengirimi" saya tiap awal bulan. Tapi saya selalu percaya, Tuhan menulis takdir saya untuk harus tinggal dan akhirnya menyelesaikan studi di asrama, di Asbik. Dan ketika saya tinggal di situ, hal-hal yang saya sebutkan tadi terjadi. Lapar dan haus - yang berbeda dari biasanya, hidup dalam kesederhanaan, hingga minta meminta dari satu kamar ke kamar lain bukan hal yang aneh. Kekurangan materi bagi kami, adalah sahabat yang harus dimiliki, bukan sesuatu yang harus disesali.
Tahun ke tahun tinggal di bawah naungannya, saya dan teman-teman belajar banyak hal. Pertama, tentu kami harus menjaga sang Ibu yang siang malam melindungi kepala kami dari panas dan hujan. Jangan pernah merusak satupun bagian tubuhnya. Atau membiarkan orang lain merusaknya. Bukankah durhaka terhadap orang tua dosanya sangat besar? Lagi pula pengalaman sudah membuktikan bahwa orang kuat yang suka merusak fasilitas asrama, selalu hidup bermasalah dan tanpa masa depan, sering kali gagal studi dan beberapa di antaranya sudah “pergi”.
Dapur Legendaris; tempat kami semua berkumpul dan tukar pikiran - yang makan di tempat rice cooker itu namanya Nehemia Baransano, sekarang Guru di SD Napisndi, Supiori Barat |
Ke-dua, hidup dalam kekurangan akan mengajarkan kami untuk - suatu ketika jika sukses - kami tetap ingat dari mana kami berasal dan siapa yang membesarkan kami. Kami hidup dalam kebersamaan di mana tolong menolong adalah sesuatu untuk dilakukan, bukan didiskusikan. Ke-tiga yang saya kira selalu ada di setiap asrama adalah hubungan kakak adik yang begitu kuat. Tidak peduli saya, kamu dan dia fam apa, semua penghuni asrama adalah bersaudara.
Tak heran jika hubungan emosional antara satu anak dengan anak yang lain begitu baik terjaga. Mereka yang tua bertindak sebagai kakak untuk melindungi penghuni yang lebih muda. Dan sebagai penghuni yang muda, sang adik dapat belajar dari pengalaman sang kakak. Hingga kelak kami bertemu di mana saja, di luar asrama, tegur sapa yang akrab, cerita tentang masa lalu ketika hidup di asrama akan selalu diputar ulang. Dalam kesemuanya itu masih ada ajaran sang Ibu untuk hidup selalu jujur dan tidak skakar; kami dibuat menanggalkan kepentingan diri sendiri dan mengutamakan kebersamaan.
Natal Asrama, Tahun 2006; semua senyum karena sebentar lagi mau mudik ke Biak |
Lalu, berapa banyak anak yang sudah Asbik jaga dan besarkan? Oh, sudah sangat banyak; tidak terhitung karena memang tidak ada yang menghitungnya. Kalau Asbik sudah ada sejak zaman (Alm.) Arnold Ap, bisa dibayangkan saja sudah berapa banyak alumninya. Dan yang juga membanggakan, ada banyak dari mereka yang "jadi orang". Tete John Rumbiak adalah orang yang paling sering diceritakan kepada kami. Tapi itu masa lalu. Sangat bijak kalau kami bisa mendengar cerita-cerita itu untuk bekal langkah kami ke depan. Apalagi sejarah mengajarkan bahwa meski Asbik menjaga dan membesarkan anak-anaknya dalam kesederhanaan dan kekurangan, tapi anak-anaknya bisa jadi sangat besar.
Kemudian ada fakta lain yang bikin kami selalu bangga. Demikian kata senior saya, Frans Rejauw, anak Benggor; yaitu di setiap wisuda baik Universitas Cenderawasih maupun kampus lain, meski tidak banyak, selalu ada satu atau dua anak Asbik yang menyelesaikan studi. Tahun lalu di bulan September tanggal tiga puluh, di Auditorium Uncen yang megah itu ada sepuluh anak Asbik yang diwisuda. Itu jumlah terbanyak untuk sekali wisuda dalam sejarah Asbik. Rekor sepuluh anak itu termasuk saya adalah tiga sarjana dan tujuh diploma.
Sejarah dan rekor itu, 3 Sarjana dan 7 Diploma - ketika baliho dari kain dan kertas asturo masih berjaya |
Saya yang dalam acara syukuran diminta membawakan sambutan punya banyak kesan dan pesan. Tetapi tidak semua mampu saya sampaikan. Saya yang gampang terbawa emosi hanya bisa berbicara beberapa kata. Demam panggung? Tidak. Saya bukan anak kemarin sore yang baru tampil di depan banyak orang. Tapi ketika saya mulai berbicara, kembali terbayang betapa panjangnya perjalanan yang harus saya tempuh sampai bisa tiba di hari itu.
Dalam sambutan itu, ketika saya bilang,”Kami tidak akan pernah menukar asrama ini dengan istana manapun. Sebab bangunan yang megah belum tentu akan menjadi rumah bagi orang di dalamnya. Di sinilah kami tinggal, inilah rumah kami!” Mereka yang hadir diam dan di saat itulah saya meneteskan air mata. Saya begitu terharu ketika melihat Sang Ibu yang membisu, malam itu seolah-olah tersenyum begitu bahagia karena sepuluh anak yang ia lindungi bertahun-tahun, akhirnya menyelesaikan studi. Dia diam, menatap pada saya, lalu sekilas berlalu tanpa saya sadari. Ah ibu! Kami sangat bangga padamu! Terima kasih!
Maret 2010
Dicky Menufandu dikenal sebagai Boss Dicky
Sim Mirawi Unit Wambeso-Asbik,
Asrama Mahasiswa Biak Numfor - Padang Bulan, Jayapura
(Telah diubah seperlunya), tulisan asli ada pada
https://web.facebook.com/notes/menufandu-dicky/asramaku-ibu-yang-membisu/421401190198/
Terima kasih ibu..(Asbik)
BalasHapusJasamu..selalu di kenang..itu yang dapat saya balas..sehingga engkau selalu membekas dalam hati.
Terima kasih Kaka.. Boss Dicky..👍✊🙏😇